Akuisisi Super Mahal Holcim oleh Semen
Indonesia
Pada awal - awal tahun 2019, PT Semen
Indonesia Tbk (SMGR) telah mengkonfirmasi mengakuisisi 80,6% saham PT Holcim
Indonesia Tbk (SMCB). Direktur Utama dari Semen Indonesia, yakni Hendi Prio
mengatakan pihaknya telah membeli saham Lafarge Holcim yang ada di Holcim
Indonesia. sebelum
lanjut ke pembahasan kami sebelumnya juga mengunggah Go Private AQUA jika anda
ingin membaca anda bisa klik link yang tertera.
Nilai akuisisi yang dikatakan Hendi
yakni sebesar 917 juta dollar US atau sekitar Rp.13,47 triliun (kurs Rp14.735)
ternyata jauh berbeda dengan apa yang dipublikasikan oleh Lafarge Holcim, yakni
1,7 miliar dollar US atau Rp 25,78 triliun.
Pada waktu itu belum ada keterangan
lebih lanjut terkait dengan perbedaan nilai transaksi tersebut. Pada siaran
persnya, Semen Indonesia hanya menyatakan bahwa nilai jual beli dari saham
adalah US $ 917 juta saja, lalu ditambahkan keterangan "harga akan
disesuaikan berdasarkan kondisi pada saat penyelesaian transaksi".
Adapun terkait pengambilalihan saham
6,17 miliar tersebut dilakukan setelah adanya Perjanjian Pengikatan Jual Beli
Bersyarat yang telah disepakati pada 12 November 2018.
Merosotnya Arus Kas Pasca Akuisisi Super
Mahal Holcim
Pada awal tahun 2019, Semen Indonesia
telah mengakuisisi Holcim Indonesia. Pada dasarnya, akuisisi adalah sebuah
strategi untuk ekspansi yang cepat suatu perusahaan. Cara ini banyak dilakukan
oleh berbagai macam perusahaan guna meningkatkan pangsa pasar.
Seharus, akuisisi bisa menjadi
sesuatu yang positif. Namun, laporan keuangan terbaru Semen Indonesia berkata
lain. Akuisisi malah membuat perusahaan menurunkan kinerja. Lantas, Mengapa hal
tersebut bisa terjadi? Untuk informasi lebih jelasnya, simak penjelasan dari
artikel ini.
Melansir dalri laman
korporatisasi.com, berikut kami akan menjelaskan secara bertahap bagaimana
merosotnya arus kas pasca akuisisi super Mahal Holcim;
Berawal dari akuisisi Holcim
Indonesia oleh Semen Indonesia telah disepakati akhir tahun 2018 yang kemudian
pelaksanaannya dilakukan pada awal tahun 2019. Saat itu nilainya sebesar USD
$1,7 miliar untuk 80,06% sahamnya.
Holcim Indonesia diakuisisi pada saat
dalam kondisi rugi. Pada tahun 2018 dan 2017 kerugian dari Holcim Indonesia
masing-masing sebesar Rp758 miliar dan Rp828 miliar dengan jumlah omset
masing-masing sebesar Rp10,377 triliun dan Rp9,382 triliun.
Salah satu komponen biaya Holcim
Indonesia adalah royalti merek, yang merupakan 5% dari omzet, yang berjumlah
Rp51.800 miliar pada tahun 2018 dan Rp4.690 crore pada tahun 2017. Maksudnya
adalah, jika tidak ada royalti (karena merek Holcim sudah tidak digunakan lagi)
maka Holcim Indonesia akan tetap merugi Rp240 miliar di tahun 2018 dan Rp359 di
tahun 2017.
Pada tahun 2018, Semen Indonesia
mampu memperoleh keuntungan sebesar 10% dari omzet. 6% dari omzet tahun lalu.
Rata-rata 8% dari omzet. Jika Semen Indonesia berhasil menaikkan kinerja Holcim
Indonesia menjadi laba omset 8%, maka berdasarkan omset tahun 2018, Holcim
Indonesia akan menghasilkan laba sekitar Rp 830 miliar. Dengan saham yang
dibelinya, Semen Indonesia diperkirakan memperoleh keuntungan sebesar Rp 664
miliar. Berdasarkan harga beli di atas, pengembalian investasi yang
diproyeksikan adalah 2,6%. Apakah ROI yang diproyeksikan sepadan? Mari kita
bandingkan biayanya.
Bagaimana Semen Indonesia membiayai
akuisisi bisa terbaca neraca akhir kuartal kedua 2019 dibanding dengan akhir
2018. Tampak terjadi kenaikan aset dari
Rp51 triliun menjadi Rp77 triliun. Terjadi kenaikan aset sebesar Rp26
triliun. Angkanya sinkron sebagaimana nilai akuisisi. Utang yang ada pada akhir
2018 sebesar Rp18 triliun mengalami kenaikan menjadi Rp45 triliun, artinya
melesat dengan kenaikan sebesar Rp27 triliun. Hal tersebut menunjukkan bahwa
Semen Indonesia membiayai akuisisi dengan dana hutang.
Berapakah tingkat bunga hutang?
Catatan dari laporan keuangan Semen
Indonesia menyebut biaya bunga utang obligasi, misalnya adalah sebesar 9%
(persen).
Harapannya, ROI 2,6% dibiayai dengan
utang berbiaya 9% tentu itu proyeksi kerugian.
Mungkinkah ROI akuisisi dari Holcim
Indonesia ditingkatkan sampai dengan 9% alias lebih dari 3 kali ROI proyeksi di
atas? Meningkatkan margin, yakni rasio laba terhadap omzet diatas pencapaian
historis Semen Indonesia yang 8% bisa dikatakan suatu hal yang mustahil.
Alternatif lainnya yaitu meningkatkan
omzet Holcim Indonesia menjadi 3x saat ini juga hampir mustahil mengingat
pertumbuhan ekonomi dan ketatnya persaingan semen ditambah posisi Semen Indonesia
yang sudah menguasai pasar lebih dari 60%.
Dengan demikian, bisa disimpulkan
bahwa akuisisi Holcim Indonesia oleh Semen Indonesia adalah akuisisi rugi “rugi
saat dilakukan, rugi saat mencapai kinerja yang maksimal”. Dengan kata lain,
akuisisi yang dilakukan tersebut harganya terlalu mahal.
Semahal apakah akuisisi tersebut?
Pada akhir tahun 2018, nilai Holcim
Indonesia adalah Rp14,447 triliun. Dengan angka tersebut, nilai pasar dari
80,06% saham yang dibeli Semen Indonesia adalah Rp11,5 triliun. Jika
dibandingkan dengan nilai akhir tahun 2018 tersebut, akuisisi oleh Semen
Indonesia senilai Rp26 triliun adalah 2,2 kali harga pasar alias 120% di atas
harga pasar.
Mengakuisisi perusahaan yang merugi
dengan harga jauh di atas harga pasarnya tentunya menguntungkan pemegang saham
perusahaan yang diakuisisi dan merugikan perusahaan yang mengakuisisinya. Semen
Indonesia merugi, sedangkan yang diuntungkan adalah LafargeHolcim.
Mari berkaca pada kasus akuisisi rugi
sekitar Rp500 miliar yang berakibat Karen Agustiawan masuk penjara.
Seberapa mahalnya juga dapat dilihat
dari nilai buku. Pada akhir 2018, nilai buku dari Holcim Indonesia adalah
Rp6,135 triliun. Dengan demikian nilai buku 80,6% saham yang diakuisisi Semen
Indonesia adalah Rp4,912 triliun. Jadi, harga transaksi adalah 5,29 kali nilai
buku.
Sebagaimana disebut di atas, Semen
Indonesia membiayai akuisisi dengan utang. kenaikan rasio utang terhadap
ekuitas (DER) adalah akibat dari utang, dimana DER yang semula 0,56 menjadi
1.41 (Bandingkan dengan DER LafargeHolcim, induk Holcim Indonesia yang sebesar
0,99). Artinya, akuisisi ini meningkatkan risiko Semen Indonesia sebagai
perusahaan. Risiko utang adalah tuntutan
pailit dari kreditur jika Semen Indonesia gagal bayar.
Utang ada dua jenis, yaitu utang
jangka pendek dan utang jangka panjang. Utang jangka pendek Semen Indonesia
meningkat dari Rp8 triliun menjadi Rp14 triliun, alias naik Rp Utang jangka
panjangnya naik dari 10 triliun menjadi Rp31 triliun alias naik Rp21 triliun.
Kenaikan ini menunjukkan bahwa Semen Indonesia bukan sekedar menggunakan uang
utang untuk akuisisi yang sifatnya jangka panjang. Bahkan Semen Indonesia menggunakan utang
jangka pendek untuk pengambilalihan ini. Bahasa awamnya Semen Indonesia telah “nabrak
sana nabrak sini” untuk melunasi transaksi akuisisi Holcim
Menambah hutang pasti akan
meningkatkan pembayaran bunga. Terlihat dari laporan arus kas, beban bunga
semester I 2018 sebesar Rp 336 miliar mencapai Rp 1,272 triliun, meningkat Rp
936 miliar pada semester I tahun ini.
Kenaikan pembayaran bunga berdampak
langsung pada arus kas Semen Indonesia. Arus kas operasi tetap positif sebesar
Rp 1,5 triliun pada paruh pertama 2018 dan negatif pada Rp 130 miliar pada
paruh pertama 2019.
Membayar beban bunga ini juga
menghasilkan keuntungan yang lebih rendah. Laba pada paruh pertama 2018 adalah
Rp 965 miliar, turun menjadi Rp 481 miliar pada periode yang sama tahun ini.
Senilai Rs 48.400 crore, pengurangan 50%.
Penurunan laba tersebut jauh lebih
rendah dari kenaikan pembayaran bunga tersebut di atas sebesar Rp 936 miliar.
Artinya, Semen Indonesia sangat menghemat pengeluaran lainnya. Satu hal yang
dapat Anda lakukan adalah menghemat biaya tunjangan karyawan seperti bonus,
dll.
Holcim Indonesia telah merugi pada
tahun-tahun menjelang akuisisi. Kerugian pada paruh pertama 2018 adalah 539
miliar rupiah. Meski masih merah, nilainya menyusut menjadi Rp 279 miliar pada
semester pertama tahun ini. Artinya, di bawah kepemimpinan Semen Indonesia,
meski Holcim Indonesia masih merugi, kinerjanya sedikit membaik. Namun, melihat
penurunan laba Semen Indonesia, terlihat banyak pengorbanan yang dilakukan
Semen Indonesia untuk memajukan Holcim Indonesia.
Ini adalah hasil dari akuisisi yang
dibiayai utang. Apakah tidak ada cara lain untuk membiayai akuisisi Holcim
Indonesia? Pada akhir tahun 2018, Semen Indonesia dihargai (semua saham)
sebesar Rp 68 triliun. Jika Semen Indonesia menerbitkan saham (rights issue)
untuk menutupi nilai akuisisi penuh sebesar Rp 26 triliun, maka perlu
menerbitkan 38% dari saham yang ada.
Apakah mungkin ada jatah? Tidak
mungkin karena dua alasan. Pertama, publik (melalui DPR) pasti akan menolaknya,
karena rights issue akan mengurangi kepemilikan pemerintah di Semen Indonesia
menjadi kurang dari 51%. Artinya, Semen Indonesia bukan lagi BUMN. Meski banyak
BUM yang sukses, seperti DHL (Jerman) atau Embraer (Brazil), apa yang disebut
rencana korporatisasi ini tentu memunculkan sudut pandang “pemerintah menjual
aset negara”. Hasil Menonjol Mentalitas Raja Hutang
Alasan kedua adalah masalah
pengembalian investasi. Per Semen Indonesia saat ini adalah 25, sehingga
terlihat investor mengharapkan ROI sebesar 100/25 atau 4%. Jadi, jika Semen
Indonesia menerbitkan saham senilai Rp 26 triliun, mereka meminta tambahan
keuntungan 4% kepada Holcim Indonesia, yakni Rp 1,04 triliun. Hal ini tentu
saja tidak mungkin karena perkiraan ROI terbaik untuk Holcim Indonesia seperti
yang disebutkan di atas hanya 2,6%. Artinya, dengan cara pembiayaan apapun,
akuisisi Holcim Indonesia adalah sebuah transaksi yang merugikan Semen
Indonesia.
bagaimana penjelasan kami tentang Akuisisi
Super Mahal Holcim oleh Semen Indonesia semoga artikel diatas menambah wawasan
anda dan membantu anda mencari informasi yang dibutuhkan